HUBUNGAN PERKEMBANGAN EMOSI REMAJA DENGAN PENDIDIKAN AGAMA

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran kadang tidak selalu disukai oleh peserta didiknya, sehingga banyak tujuan Pembelajaran yang tidak tercapai. Ini dilatarbelakangi oleh kurangnya pemahaman dari sang pendidik akan perkembangan emosi dan jiwa peserta didiknya, khususnya remaja. Sebab, dalam usia remaja perubahan emosi dan psikologis sangat pesat sekali.

Tanpa adanya pemahaman terhadap perkembangan emosi jiwa remaja ini, sang pendidik kemungkinan besar akan mengulangi kesalahan dengan memberikan Pembelajaran yang tidak sesuai dengan kondisi perubahan yang ada pada diri remaja.

Kalau kita melihat pada hakekat Pendidikan yang merupakan suatu upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau, yang dibandingkan dengan manusia sekarang, telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proses-proses pemberdayaannya. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan, bahwa maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat, suatu bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut.

Disinilah pendidik dituntut untk mampu membawa peserta didik dapat mencapai peradaban tertinggi, dengan menerapkan proses pendidikan yang sesuai dengan kondisi kejiwaan peserta didik. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang perkembangan emosi remaja dan hubungannya dengan pendidikan agama islam.

 

B. Pokok Bahasan

1. Bagaimana Perkembangan emosi remaja?

2. Bagaimana Pendidikan agama remaja?

3. Bagaimana Pengembangan Potensi remaja?

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Emosi Remaja

Zaman remaja yang dikenali sebagai zaman ‘storm and stress’ amat sukar dipahami oleh orang dewasa. Ketidakpahaman inilah sering timbul konflik antara golongan remaja dengan orang dewasa khususnya ibu bapak dan guru-guru. Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progresif.1

Apabila timbul konflik antara ibu bapak, golongan remaja sering bertingkah laku yang bertentangan dengan kehendak ibu bapak dan orang dewasa karena mereka menganggap orang dewasa tidak memahami jiwa mereka. Memahami emosi remaja pada hari ini satu keperluan kepada orang dewasa ketika mendidik golongan remaja. Hendaknya guru agama memahami keadaan anak yang sedang mengalami kegoncangan perasaan akibat pertumbuhan yang berjalan sangat cepat itu dengan segala keinginan, dorongan dan ketidakstabilan kepercayaan itu. Dengan pengertian itu guru agama dapat memilihkan cara penyajian agama yang tepat bagi mereka, sehingga kegoncangan perasaan dapat teratasi.2 Mereka terlebih dulu perlu memahami emosi remaja supaya proses pendidikan yang dilakukan bersesuaian dengan jiwa golongan ini. Dengan itu, proses pendidikan memberi kesan mendalam kepada jiwa mereka.

Emosi adalah sesuatu yang kompleks dalam diri manusia. Ia membabitkan tindak balas tubuh badan seperti pernafasan, denyutan dan lain-lain. Dalam Kamus Psikologi yaitu Mu’jam Ilm al-Nafs, mentakrifkan emosi sebagai infi’al yaitu keadaan dalaman yang menunjukkan pengalaman dan perbuatan didzahirkan dalam suatu peristiwa yang berlaku seperti perasaan takut, marah, kecewa, gembira, suka dan duka. Dalam Encyclopedia of Social Psychology, mentakrifkan emosi sebagai hasil tindak balas kepada sesuatu kejadian atau peristiwa termasuk tindak balas psikologikal, tindak balas tingkah laku, tindak balas kognitif dan perasaan dialami sama ada menggembirakan atau tidak.

Perkembangan emosi remaja pada peringkat awal terutama pada zaman kanak-kanak banyak dipengaruhi melalui pelaziman dan cara peniruan. Cara pelaziman berlaku dengan mudah dan cepat pada masa beberapa tahun permulaan hidup mereka. Kanak-kanak menggunakan daya imaginasi dalam membayangkan sesuatu mengikut yang telah dilazimkan. Cara peniruan pula, kanak-kanak meniru tingkah laku emosi yang diperhatikannya pada orang lain dan memberikan gerak balas terhadap perkara berkenaan dengan cara yang tidak dapat dibuatnya dulu. Oleh kerana itu, emosi remaja pada zaman kanak-kanak berkembang mengikut proses pelaziman dan peniruan.

Ibu bapak adalah orang pertama yang menjadi contoh kepada anak-anak remaja. Jika ibu bapak berkelakuan buruk, bertindak keras dan menganiaya anak-anak, emosi dan tingkah lakunya akan turut menyeleweng karena sejak kecil jiwa mereka ditanam dengan bibit kerusakan. Ketika usia remaja pula, emosi berkembang dengan pesat hasil daripada kematangan dan pembelajaran. Itulah sebabnya bentuk pernyataan emosi pada zaman remaja banyak bergantung kepada apa yang dipelajarinya daripada masyarakat sekeliling.

Antara ciri emosi remaja ialah romantik, mudah keliru dan mudah marah atau memberontak. Remaja yang mempunyai ciri-ciri romantik adalah remaja yang mengalami tarikan heteroseksual (tarikan antara remaja yang berlainan kelamin) melalui pendampingan mereka dengan remaja lain. Pada zaman remaja adalah puncak wujudnya perasaan cinta romantis. Menurut Dr Rohaty Majzub, perasaan romantis membawa pengertian bahwa mereka menganggap dan menggambarkan individu yang dicintai itulah yang paling ideal, mempunyai watak, sahsiah atau ciri-ciri yang memikat hati remaja. Perasaan romantis remaja mempunyai pengaruh mendalam kepada hidup mereka. Perasaan romantis ini mendorong remaja menulis dalam diary peribadi. Penulisan diary peribadi adalah ciri yang menunjukkan pengasingan diri dan keupayaannya untuk menguraikan mengenai dirinya di samping keinginannya untuk lari daripada gelisah melanda dirinya. Remaja akan mencatatkan peristiwa harian terutama bagi menggambarkan perasaannya sama ada perasaan cinta, kecewa dan gembira.

Ketika zaman remaja, perubahan fisikal, emosi dan personality berlaku dengan pesat dan mereka harus memahaminya dengan teliti. Ketika ini juga berlaku perubahan dalam hubungan mereka dengan keluarga, rekan sebaya dan masyarakat sekeliling. Harapan yang baik dan tanggungjawab mula dikenakan kepada mereka. Dalam keadaan begini kadang-kadang mereka mudah keliru dengan peranan dan tanggungjawab mereka. Itulah sebabnya golongan remaja mudah bertukar pendirian, pendapat, ideologi dan kawan-kawan.

Selain itu, remaja juga mempunyai emosi yang mudah marah. Zaman remaja yang dikatakan sebagai ‘storm and stress’ mudah menyebabkan remaja memberontak dan marah terhadap seseorang atau sesuatu perkara. Seseorang remaja mempunyai kehendak yang harus diterima keluarga, rekannya dan masyarakat sekeliling. Remaja mudah menunjukkan emosi memberontak dan marahnya dengan tindakan agresif seperti mendurhaka kepada keluarga, lari dari rumah dan ingkar dengan peraturan sekolah. Mereka mendurhaka kepada keluarga sebagai percobaan untuk bebas daripada sifat kekanak-kanakan dan untuk mencapai kemerdekaan jiwa. Jiwa ingin lari dari rumah pula, apabila mereka rasa tidak selera dengan undang-undang dan mencoba untuk hidup bebas.

Tindakan ingkar dari peraturan sekolah pula, karena remaja menganggap pembelajaran di sekolah mengganggu jiwa remajanya karena di sekolah terdapat banyak peraturan dan ruang kritikan seperti guru, kerja sekolah dan disiplin. Pendidik perlu memahami bahwa remaja yang dalam proses perkembangan dan perubahan boleh menimbulkan pelbagai masalah emosi karena mereka sedang berhadapan dengan proses penyesuaian diri antara zaman kanak-kanak dengan alam dewasa.

Bagi remaja yang bersedia dengan kehadiran masalah dan sanggup menerimanya dengan hati terbuka, mereka berjaya menerima perubahan itu sekali pun kadang kala pahit baginya. Tetapi bagi sesetengah remaja pula, tidak berupaya menyesuai atau menerima dengan mudah perubahan itu, lalu menunjukkan gangguan psikologi pada dirinya. Dr Zakiah Daradjat, seorang pengkaji masalah remaja berkata, perkara yang menyebabkan masalah emosi remaja adalah disebabkan oleh perubahan jasmani, terutama perubahan hormon seks, keadaan masyarakat dan keadaan ekonomi yang melingkungi remaja serta perlakuan orang tua yang kaku dan bertentangan dengan remaja. Masalah yang berkaitan dengan emosi remaja disebut juga sebagai masalah personal psikologi (Hassan Langgulung,1977). Masalah personal psikologi ialah perkara yang berkaitan peribadi dan masalah psikologi remaja itu sendiri seperti personaliti, perubahan emosi, kebimbangan, kerisauan, keyakinan dan tekanan. Masalah personaliti seperti mudah hilang sabar, takut membuat kesilapan, sukar membuat keputusan, sukar melupakan kesilapan lalu dan gagal dalam beberapa perkara dilakukan. Zaman remaja yang penuh dengan tekanan dan kecemasan emosi, amat memerlukan pendekatan pendidikan teladan dalam proses memberi bimbingan kepada golongan ini. Pendidik perlu menggunakan pendekatan psikologi pendidikan. Untuk melaksanakan pendekatan psikologi pendidikan, terlebih dulu penpendidikan perlu memahami psikologi remaja. Dengan pemahaman ini, penpendidikan dapat menyelami emosi dan jiwa remaja serta dapat menggunakan pendekatan sesuai dengan minat dan kecenderungan mereka.

Remaja amat memerlukan sokongan dan pemahaman daripada orang dewasa ketika mereka mengharungi zaman yang penuh dengan cabaran ini. Ketika ini, perubahan dari aspek emosi agak pesat. Sekiranya mereka tidak mendapat sokongan daripada orang dewasa, mereka mudah mengalami gangguan emosi dan menimbulkan masalah emosi yang boleh memberi kesan tidak baik kepada perkembangan psikologi remaja.

 

  1. Pendidikan agama remaja

Pendidikan merupakan usaha sadar yang terencana, terprogram dan berkesinambungan membantu peserta didik mengembangkan kemampuannya secara optimal, baik aspek kognitif, aspek afektif maupun aspek psikomotorik. Aspek kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Aspek afektif berkenaan dengan sifat yang terdiri dari lima aspek yakni: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Aspek psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yaitu: gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan, perlu diupayakan suatu sistem pendidikan yang mampu membentuk kepribadian dan ketrampilan peserta didik yang unggul, yakni beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia yang kreatif, cakap, terampil, jujur, dapat dipercaya, disiplin, bertanggung jawab dan memiliki solidaritas sosial yang tinggi. Untuk mewujudkan manusia yang unggul perlu diberikan landasan pendidikan yang kokoh. Oleh karena itulah kebutuhan dasar siswa harus terpenuhi lebih dahulu, yaitu: kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan rasa kasih sayang, dan kebutuhan akan harga diri.3 Bangsa kita sebenarnya telah memiliki pilar pendidikan yang sangat fundamental, yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantoro, Ing Ngarso Sun Tulodho, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani, namun implementasinya dalam pendidikan kita masih rendah. Empat pilar pendidikan yang dijadikan fondasi pendidikan pada era informasi dan jaringan global ini dalam meraih dan merebut pasar internasional. Keempat pilar tersebut adalah :

  1. Learning to Know (belajar untuk tahu)

Pada proses pembelajaran melalui penerapan paradigma ini, peserta didik akan dapat memahami dan menghayati bagaimana suatu pengetahuan dapat diperoleh dari fenomena yang terdapat dalam lingkungannya. Untuk mengkondisikan masyarakat belajar yang efektif dewasa ini, diperlukan pemahaman yang jelas tentang “apa” yang perlu diketahui, “bagaimana” mendapatkan Ilmu pengetahuan, “mengapa’ ilmu pengetahuan perlu diketahui, “untuk apa” dan “siapa” yang akan menggunaka ilmu pengetahuan itu. Belajar untuk tahu diarahkan pada peserta didik agar mereka memiliki pengetahuan fleksibel, adaptable, value added dan siap memakai bukan siap pakai. Sebab, salah satu ukuran luar yang dapat dipakai untuk melihat sejauh mana tingkat kemjuan diskursus suatu disiplin ilmu adalah dengan melihat upaya-uapay dan hasil diskursus mengenai disiplin tersebut.4

  1. Learning to Do (Belajar untuk melakukan)

Proses pembelajaran dengan penekanan agar peserta didik menghayati proses belajar dengan melakukan sesuatu yang bermakna ‘’Active Learning‘’. Peserta didik memperoleh kesempatan belajar dan berlatih untuk dapat menguasai dan memiliki standar kompetensi dasar yang dipersyaratkan dalam dirinya. Proses pembelajaran yang dilakukan menggali dan menemukan informasi (information searching and exploring), mengolah dan informasi dan mengambil keputusan (information processing and decision making skill), serta memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving skill). Menurut John Dewey bahwa pembelajaran yang dapat dilakukan dengan: 1). Belajar peserta didik dengan berpikir kreatif, 2). Keterampilan proses, 3). Problem solving approach, 4). Pendekatan inkuiri, 5). Program sekolah yang harus terpadu dengan kehidupan masyarakat, dan 6). Bimbingan sebagai bagian dari mengajar. Beberapa bentuk Active Learning ; Kegiatan Active learning dilakukan dengan kegiatan mandiri, peserta didik membaca sendiri bahan yang akan dibahas di kelas.

  1. Learning to be (Belajar untuk menjadi diri sendiri)

Proses pembelajaran yang memungkinkan lahirnya manusia terdidik dengan sikap mandiri. Kemandirian belajar merupakan kunci terbentuknya rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri untuk berkembang secara mandiri. Sikap percaya diri akan lahir dari pemahaman dan pengenalan diri secara tepat. Belajar mandiri harus didorong melalui penumbuhan motivasi diri. Banyak pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan dalam melatih kemandirian peserta didik, misalnya; pendekatan sinektik, problem soving, keterampilan proses, discovery, inquiry, kooperatif, dan sebagainya Pendekatan pembelajaran tersebut mengutamakan keterlibatan peserta didik secara efektif. Pendekatan-pendektan pembelajaran ini pada dasarnya suatu proses sosial, peserta didik dibantu dalam melakukan peran sebagai pengamat yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi. Meskipun guru dapat memberikan situasi masalah, namun dalam penerapannya, peserta didik mencari, menanyakan, memeriksa dan berusaha menemukan sendiri hal-hal yang dipelajari. Para peserta didik mulai berpikir berdasarkan kemampuan dan pengalamannya masing-masing secara logis. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.

  1. Learning To Live Together (Belajar untuk Hidup Bersama)

Proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menghayati hubungan antar manusia secara intensif dan terus menerus untuk menghindarkan pertentangan ras/etnis, agama, suku, keyakinan politik, dan kepentingan ekonomi. Peningkatan pendidikan nilai kemanusiaan, moral, dan agama yang melandasi hubungan antar manusia.

Untuk mewujudkan makna pendidikan dan fondasi pembelajaran yang terintegrasikannya nilai-nilai kemanusiaan dalam kepribadian dan perilaku selama proses pembelajaran diperlukan proses pembelajaran yang efektif. Keefektifan proses pembelajaran merupakan pencerminan dalam mencapai tujuan pembelajaran tepat yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Keefektifan proses pembelajaran berkenaan dengan jalan, upaya, teknik dan strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, tepat dan cepat (Nana Sudjana, 1996 : 52). Sekolah tidak hanya berkewajiban untuk memelihara nilai-nilai masyarakat, namun juga harus memberikan keaktifan kepada peserta didik dan secara kritis dalam menghadapi masalah-masalah sosial, dan harus mengadakan usaha pemecahan masalah.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan pembelajaran antara lain kemampuan guru dalam menggunakan strategi. Penerapan strategi pembelajaran dipengaruhi oleh faktor tujuan, peserta didik, situasi, fasilitas dan pembelajaran itu sendiri. Dengan menerapkan metode yang tepat, proses pembelajaran akan berlangsung lebih efektif sehingga hasil pembelajaran akan lebih baik dan mantap. Salah satu startegi pembelajaran yang memberikan perhatian pengembangan potensi peserta didik adalah strategi keterampilan proses (proses pemecahan masalah).

 

  1. Pengembangan Potensi remaja

Pengembangan potensi peserta didik merupakan proses yang disengaja dan sistematis dalam membiasakan/mengkondisikan peserta didik agar memiliki kecakapan dan keterampilan hidup. Untuk dapat mengembangkan, sebelum ataupun bersamaan dengan usaha kongkrit dilakukan, sangat perlu adanya pengertian dan pemahaman para pendidik terhadap remaja.5 Kecakapan dan keterampilan yang dimaksud berarti luas, baik kecakapan personal (personal skill) yang mencakup; kecakapan mengenali diri sendiri (self awareness) dan kecakapan berpikir rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademik (academic skill), maupun kecakapan vokasional (vocational skill). Kegiatan pendidikan pada tahap melatih lebih mengarah pada konsep pengembangan kemampuan motorik peserta didik. Terkait dengan proses melatih ini, perlu dilakukan pembiasaan dan pengkondisian anak dalam berpikir secara kritis, strategis dan taktis dalam proses pembelajaran. Peserta didik dilatih memahami, merumuskan, memilih cara pemecahan dan memahami proses pemecahan “masalah”. Berangkat dari kondisi tersebut, maka budaya instant dalam pembelajaran yang selama ini dibudayakan harus ditinggalkan, menuju proses pemberdayaan seluruh unsur dalam sistem pembelajaran.

Untuk membekali terjadinya pergeseran orientasi pendidikan di era global dalam mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang unggul, diperlukan strategi pengembangan pendidikan, antara lain:

  1. Mengedepankan model perencanaan pendidikan (partisipatif) yang berdasarkan pada need assessment dan karakteristik masyarakat.
  2. Pemerintah hendaknya berperan sebagai katalisator, fasilitator dan pemberdaya masyarakat.
  3. Penguatan fokus pendidikan, yaitu fokus pendidikan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, kebutuhan stakeholders, kebutuhan pasar dan tuntutan teman saing.
  4. Pemanfaatan sumber luar (out sourcing), memanfaatkan berbagai potensi sumber daya (belajar) yang ada, lembaga-lembaga pendidikan yang ada, pranata-pranata kemasyarakatan, perusahaan/industri, dan lembaga lain yang sangat peduli pada pendidikan.
  5. Memperkuat kolaborasi dan jaringan kemitraan dengan berbagai pihak, baik dari instansi pemerintah mapun non pemerintah, bahkan baik dari lembaga di dalam negeri maupun dari luar negeri.
  6. Menciptakan soft image pada masyarakat sebagai masyarakat yang gemar belajar, sebagai masyarakat belajar seumur hidup.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

Peningkatan dan kesempurnaan dalam mengatasi kegoncangan dan berbagai macam perasaan, yang satu sama lain bertentangan, sehingga remaja menjadi terombang ambing antara berbagai gejolak emosi yang saling bertentangan. Maka mereka ingin mengembangkan agama untuk mengikuti perkembangan dan alur jiwanya yang sedang bertumbuh pesat, remaja ingin agar agama menyelesaikan kegoncangan-kegoncanganyang terjadi dalam diri mereka. Faktor penting dalam hal itu adalah melalui penghayatan pendidikan agama Islam, dengan penghayatan agama Islam sejak dini akan memberikan arahan yang positif bagi remaja sehingga akan dapat menjadi pengendali dalam menghadapi keinginan dan dorongan yang timbul dalam diri mereka. Karena adanya penghayatan, dan arah tujuan dalam berperilaku tersebut, maka moral remaja akan menjadi baik dan tidak menyimpang.

Untuk sampai pada kesadaran yang tinggi akan potensi diri yang dimiliki dirinya perlu adanya proses self yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman untuk memproses informas yang masuk, yang biasa disebut sceme.6 Oarng yng mampu mempersepsi diri dengan baik berarti mempunyai kesadaran diri yang baik pula.

Daftar Pustaka

 

Ancok, Djamaludin dan Fuat Nashori Suroso. 1995. Psikologi Islami solusi islam atas problem-problem psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Barell, John. 2003. Developing More Curious Minds. Virginia: ASCD.

Daradjat, Zakiah. 1976. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Dryden, Gordon dan Dr. Jeannette Vos. 2003.Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution): Belajar Akan Efektif Kalau Anda Dalam Keadaan ”Fun” Bagian I: Keajaiban Pikiran. Bandung: Kaifa.

Faturochman. 2006. Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka.

Jalaludin. 1997. Psikologi Agam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Nashori, Fuat (edt). 1994. Membangun Paradigma Psikologi Islami. Yogyakarta: SIPRESS.

1 Dr. Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997, Hal. 72

2 Dr. Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, Hal. 138

3 Dr. Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami solusi islam atas problem-problem psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, Hal. 49

4 Fuat Nashori (edt), Membangun Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta: SIPRESS, 1994, Hal. 3

5 Drs. Andi Mappiare, Psikologi Remaja, Surabaya: Usaha Nasional, 1982. Hal. 13

6 Dr. Faturochman, MA, Pengantar Psikologi Sosial, Yogyakarta: Pustaka, 2006, Hal. 24-25